Jumat, 11 November 2011

Surat Kecil Untuk Tuhan

Tuhan . . .
Andai aku bisa kembali
Aku tidak ingin ada tangisan didunia ini

Tuhan . . .
Andai aku bias kmbali
Aku berharap tidak ada lagi hal yang sama terjadi padaku terjadi pada orang lain

Tuhan . . .
Bolehkan aku menulis surat kecil untuk-Mu

Tuhan . . .
Bolehkah aku memohon satu hal kecil untuk-Mu

Tuhan . . .
Biarkanlah aku dapat melihat dengan mataku
Untuk memandang langit dan bulan setiap harinya

Tuhan . . .
Izinkanlah rambutku kembali tumbuh agar aku bisa menjadi wanita seutuhnya

Tuhan . . .
Bolehkah aku tersenyum lebih lama lagi
Agar aku bias memberikan kebahagiaan kepada ayah dan sahabat-sahabatku

Tuhan . . .
Berikanlah aku kekuatan untuk menjadi dewasa
Agar aku bisa memberikan arti hidup kepada siapapun yang mengenalku

Tuhan . . .
Surat kecilku ini
Adalah surat terakhir dalam hidupku
Andai aku bisa kembali . . .

Ke dunia yang Kau berikan padaku

Rabu, 09 November 2011

Balada Terbunuhnya Atmo Karpo

Balada Terbunuhnya Atmo Karpo
W.S. Rendra

Dengan kuku-kuku besi kuda menebah perut bumi
bulan berkhianat gosok-gosokkan tubuhnya
di pucuk-pucuk para
mengepit kuat-kuat lutut penunggang perampok
yang diburu
surai bau keringat basah, jenawi pun telanjang

Segenap warga desa mengepung hutan itu
dalam satu pusaran pulang balik Atmo Karpo
mengutuki bulan betina dan nasibnya yang malang
berpancaran bunga api, anak panah di bahu kiri.

Satu demi satu yang maju tersadap darahnya
penunggang baja dan kuda mengangkat kaki muka

- Nyawamu barang pasar, hai orang-orang bebal!
Tombakmu pucuk daun dan matiku jauh orang papa

Majulah Joko Pandan! Di mana ia?
Majulah ia kerna padanya seorang kukandung dosa

Anak panah empat arah dan musuh tiga silang
Atmo Karpo masih tegak, luka tujuh liang

- Joko Pandan! Di mana ia?
Hanya padanya seorang kukandung dosa.

Bedah perutnya tapi masih setan ia!
menggertak kuda, di tiap ayun menungging kepala

- Joko Pandan! Di mana ia?
Hanya padanya seorang kukandung dosa.

Berberita ringkik kuda muncullah Joko Pandan
segala menyibak, bagi derapnya kuda hitam
ridla dada, bagi derunya dendam yang tiba

Pada langkah pertama keduanya sama baja
Pada langkah ketiga rubuhlah Atmo Karpo
Panas luka-luka, terbuka daging kelopak-kelopak angsoka

Malam bagai kedok hutan bopeng oleh luka
pesta bulan, sorak-sorai, anggur darah.

Joko Pandan menegak, menjilat darah di pedang
Ia telah membunuh bapaknya

Senin, 07 November 2011

analisis diksi, tema, amanat, pencitraan dan gaya bahasa pada puisi

Berpalinglah Kiranya
(W.S.Rendra)

Berpalinglah kiranya
Mengapa tiada kunjung juga?:
Muka dengan parit-parit kelam
Mata dan nyala neraka.

Larut malam hari mukanya
Larut malam hari hatiku jadinya.
Mengembang-kembang rasa salah jiwa.

Dosa. Dosa lalu lalang merah hitam
Memejam-rejam mata-mata ini dunia.

Berpalinglah kiranya
Mengapa tiada kunjung juga?:
Kaca-kaca gaib menghitam air kopi hitam.
Seolah-olah dosa itu aku yang punya.

Padaku memang ada apa-apa. Cuma
Tidak semua baginya, tidak juga kan menolongnya.
Pergi kiranya, pergi!  Mampus atau musna:
Jahatlah itu meminta dan terus meminta.

Terasa seolah aku jadi punya dosa.
Bukan sanak, bukan saudara. Lepaslah kiranya ini siksa.
Aku selalu mau beri tak usah diminta.
Tapi ia minta dan minta saja dan itu siksa.

Berpalinglah kiranya
Mengapa tiada kunjung juga?

a. tema: tema puisi yang berjudul berpalinglah kiranya yaitu seorang pengemis yang keterlaluan
b.     Diksi :
1. Muka dengan parit-parit kelam pada pemilihan kata muka dengan parit-parit yang kelam menandakan penuh penderitaan.
2. larut malam hari mukanya. Pemilihan kata tersebut menandai bahwa sang pengemis memiliki raut muka yang gelap
3.  Larut malam hari hatiku jadinya. Arti dari kalimat tersebut bahwa hati sang penulis ikut gelap lalu merasa bersalah.
4. mengembang-kembang. Pemilihan kata mengembang-kembang berati semakin menjadi-jadi rasa bersalah sang penulis
5. dosa lalu-lalang merah hitam. Pemilihan kata ini berarti sebuah dosa yang sangat besar.
c.       Citraan
1. Citraan gerak: mengembang-kembang
d.      Amanat: puisi ini memberi amanat bahwa sebagai manusia hendaknya memiliki rasa dermawan, suka berbagi, dan bersedekah. Masih banyak orang yang membutuhkan uluran tangan kita.
e.      Majas:












Rasa Dosa
 (Subagio Sastrowardojo)


Muka putih di jendela
Mengikuti aku dari subuh

Semua kekal

Nyawa
Jejak membekas di lumpur hati

Kata
Suara bergema di ruang abadi


Tangan
Jari gementar menyaput sajak

Mata kenangan akhir membakar diri

Muka putih di jendela
Mengikuti aku dari subuh

Tanganku lumpuh

1.      Tema  
Tema pada puisi yang berjudul  RASA DOSA  karangan Subagio Sastrowardojo adalah  peringatan dosa
2.      Diksi   
 a. muka putih. Muka putih pada puisi ini berarti orang suci yangmemberi   p  eringatan.
b. lumpur hati. Pemilihan kata lumpur hati menandakan hati yang penuh dosa
       3.    citraan
            Pada puisi ini memakai citraan :
a.      Citraan pendengaran: Suara bergema di ruang abadi




4.      Majas
Majas yang dipakai pada puisi ini adalah:
a.      Majas personifikasi: kenangan akhir membakar diri
5.      Amanat
Amanat pada puisi ini adalah apabil ada orang yang mengingatkan atau menasehati hendaknya kita mengindahkan nasehat itu supaya kita tidak melakukan kesalahan lagi.




Berlutut Di Kaki Cahaya

Oleh : Azzura Dayana

Cahaya pulang senja, Baginda, dan kau tidak menggenggam tanganku
Bukankah temaram adalah kado paling panjang, yang Tuan tinggalkan?
Tidak bolehkah kutawar persembahan?

Kakiku sudah renta, Baginda,
meski kau pernah mengajakku berhitung nyawa
Mataku masih saja gulita, dan orang-orang tak jua melirikku
lalu melempar dirham: sampah di wajah ini masih kurang

Bahkan unta kita berhenti meringkik, Baginda—sebab malam meradang
Menjadi peluh paling semarak di punggung menghitam
Tidak bolehkah kutawar persembahan,
dengan berlutut saja, lalu sujud...

Benar-benar sudah kau tutupkah jalan pulang, Baginda
Meski aku sedia berlutut, di kaki cahaya

1.      Tema
Tema pada puisi yang berjudul Berlutut Di Kaki Cahaya karangan Azzura Dayani ini adalah tobat yang terlambat.
2.      Diksi
Diksi yang dipakai pada puisi ini yaitu:
a.      Berhitung nyawa: berhitung nyawa maksudnya yaitu menghitung usia
b.      Mataku masih saja gulita: gulita pada kalimat ini maksudnya belum juga mengerti (insyaf)
c.       Sampah : sampah di sini diartikan sebagai kesalahan atau dosa.
3.      Citraan
Citraan yang terdapat pada puisi di atas yaitu:
Ø  Penglihatan : mataku masih saja gulita
: orang-orang tak jua melirikku
Ø  Pendengaran: bahkan unta kuta berhenti meringkik
4.      Majas
Majas yang dipakai pada puisi di atas yaitu:
Ø  Pleonasme : cahaya pulang senja
5.      Amanat
Amanat yang terkandung pada  puisi karangan Azzura Dayana yaitu bertobatlah sebelum pintu tobat tertutup.




Sabtu, 05 November 2011

filologi


A.    Kedudukan Filologi Di Antara Ilmu-Ilmu Lain

Jika kita memperhatikan kedudukan filologi di antara ilmu-ilmu lain yang erat hubungannya dengan objek penelitian filologi, maka akan nampak adanya hubungan timbal balik  yang saling membutuhkan. Untuk kepentingan tertentu, filologi memandang ilmu-ilmu lain sebagai ilmu bantu  dan sebaliknya ilmu-ilmu lain, juga untuk kepentingan tertentu , memandang filologi sebagai ilmu bantunya. Di bawah ini dikemukakan ilmu-ilmu yang dipandang sebagai ilmu bantu filologi dan ilmu-ilmu yang memandang filologi sebagai ilmu bantunya.
Filologi memerlukan ilmu bantu yang berhubungan erat dengan bahasa, masyarakat serta budaya yang melahirkan naskah, dan ilmu sastra yang mengungkapkan nilai-nilai sastra yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian untuk menangani naskah dengan baik ahli filologi memerlukan ilmu bantu antara lain: linguistik, pengetahuan bahasa-bahasa yang nampak pengaruhnya dalam teks, ilmu sastra, ilmu agama, sejarah kebudayaan, antropologi, foklor, dan paleografi. Di bawah ini ilmu-ilmu bantu yang dimaksud akan diuraikan secara singkat .
a.       Lingustik
Ada beberapa cabang linguistik  yang dipandang dapat membantu filologi, yaitu diantaranya: etimologi, sosiolinguistik, dan stilistika. Etimologi merupakan ilmu yang mempelajari asal usul dan sejarah kata. Hampir setiap pengkajian bahasa teks selalu ada yang bersifat etimologis. Hal ini mudah dimengerti karena teks-teks nusantara banyak yang mengandung kata serapan dari bahasa asing yang dalam perjalanannya mengalami perubahan bentuk dan kadang-kadang juga berubah arti. Pengkajian perubahan bentuk dan bentuk makna kata menuntut pengetahuan tentang fonologi, morfologi, dan semantik, yaitu ilmu-ilmu yang mempelajari bunyi bahasa, pembentukan kata dan makna kata.
Sosiolinguistik, sebagai cabang linguistik yang mempelajari hubungan saling pengaruh antara perilaku bahasa dan perilaku masyarakat. Ilmu ini sangat bermanfaat untuk menekuni bahasa teks.
Selanjutnya stilistika, yaitu cabang ilmu linguistik yang menyelidiki bahasa sastra, khususnya gaya bahasa. Ilmu ini dapat membantu filologi dalam pencarian teks asli atau mendekati aslinya dan dalam penentuan usia teks.

b.      Pengetahuan Bahasa-bahasa yang Nampak Pengaruhnya dalam Teks
Bahasa yang mempengaruhi bahasa-bahasa naskah nusantara yaitu bahasa Sansekerta, Tamil, Arab, Persi, dan bahasa daerah yang masih serumpun dengan naskah.


c.       Ilmu Sastra
Banyak naskah nusantara yang mengandung teks sastra, yaitu teks yang berisi cerita rekaan (fiksi). Contoh yang demikian yaitu teks-teks melayu yang berisi cerita wayang, cerita jenaka, cerita berbingkai dan lain sebagainnya.

d.      Ilmu Agama
Penjelajahan terhadap naskah-naskah nusantara lewat karya-karya ilmiah memberikan kesan bahwa naskah-naskah itu diwarnai dengan pengaruh agama Budha, Hindu, dan Islam. Pada naskah jawa kuna terdapat pengaruh Hindu dan Budha, bahkan ada yang memang berisi ajaran agama tertentu. Dalam naskah-naskah melayu, nampak pengaruh Islam mewarnai khasanah naskah tersebut.

e.       Sejarah Kebudayaan
Khasanah sastra nusantara di samping diwarnai dengan pengaruh agama Hindu, Budha, dan Islam, juga memperlihatkan adanya pengaruh klasik India, Arab, dan Persi. Pengaruh karya India klasik seperti Ramayana dan Mahabharata muncul dalam sastra lama nusantara.
Untuk pendekatan historis terhadap karya-karya  lama nusantara seperti itu diperlukan pengetahuan sejarah kebudayaan. Melalui sejarah kebudayaan akan diketahui pertumbuhan dan perkembangan unsur-unsur budaya suatu bangsa. Unsur-unsur budaya yang erat kaitannya dengan pendekatan historis karya-karya lama nusantara antara lain sistem kemasyarakatan, kesenian, ilmu pengetahuan, dan agama.

f.       Antropologi
Penggarapan naskah tidak dapat terlepas dari konteks masyarakat dan budaya yang melahirkannya. Untuk kepentingan ini ahli filologi dapat memanfaatkan hasil kajian atau metode antropologi sebagai suatu ilmu yang berobjek penyelidikan manusia dipandang dari segi fisiknya, masyarakatnya, dan kebudayaannya. Masalah yang erat kaitannya antropologi misalnya sikap masyarakat terhadap naskah.

g.      Folklor
Folklor merupakan ilmu yang relatif masih baru karena semula dipandang sebagian dari ilmu antropologi.  Unsur-unsur budaya yang terangkum dalam folklor dapat digolongkan menjadi dua yaitu unsur budaya yang materinya bersifat lisan dan golongan budaya yang materinya bersifar upacara-upacara. Yang termasuk golongan pertama yaitu mitologi, legenda, cerita asal usul, dongeng, mantera, teka-teki, dan lain sebagainya. Sedangkan yang termasuk golongan yang kedua yaitu upacara yang mengiring kelahiran, perkawinan, kematian. Yang paling erat kaitannya dengan filologi yaitu golongan pertama yang termasuk sastra lisan, terutama sastra lisan yang berupa cerita rakyat. Folklor sangat erat kaitannya dengan filologi karena banyak teks lama yang menceritakan unsur-unsur folklor, misalnya teks yang termasuk jenis sastra sejarah atau babad.
h.      Paleografi
Paleografi merupakan ilmu yang mengkaji macam-macam tulisan kuno. Ilmu ini sangat perlu untuk penelitian tulisan kuna atas batu, logam, atau bahan lainnya. Paleografi mempunyai dua tujuan (Neiermeyer, 1947:47)
Pertama menjabarkan tulisan kuna karena beberapa tulisan kuna sulit dibaca. Kedua menempatkan berbagai peninggalan tertulis dalam rangka perkembangan umum tulisannya dan atas dasar itu menentukan waktu dan tempat terjadinya tulisan tertentu. Hal ini sangat penting untuk mempelajari tulisan tangan karya sastra yang biasanya tidak menyebutkan nama dan di mana suatu karya tertulis, serta siapa penulisnya. Perlu pula diperhatikan ciri-ciri lain seperti panjang dan jarak baris-baris, bahan naskah, ukuran, tinta.

B.     Filologi Sebagai Ilmu Bantu Ilmu-Ilmu Lain
Objek filologi yang paling utama yaitu teks atau naskah lama, sedangkan hasil kegiatannya antara lain berupa suntingan naskah. Ada beberapa jenis suntingan menurut metode yang digunakan. Suntingan naskah biasanya disertai dengan catatan berupa kritik, kajian bahasa naskah, ringkasan isi naskah, dan terjemahan bahasa teks ke dalam bahasa internasional apabila naskah disajikan ke ruang lingkup nasional.
Dalam pengertian penyajian teks sperti itu, filologi bertindak sebagai ilmu bantu bagi ilmu-ilmu yang menggunakan naskah lama sebagai objek penelitiannya. Beberapa ilmu yang memerlukan bantuan filologi yaitu linguistik, ilmu sastra, ilmu sejarah, sejarah kebudayaan, ilmu hukum adat, ilmu agama, dan ilmu filsafat. Selanjutnya akan diuraikan di bawah ini
a.       Filologi Sebagai iImu Bantu Linguistik
Untuk penelitian linguistik, ahli linguistik memerlukan suntingan naskah-naskah lama hasil kerja filolog dan mungkin juga membutuhkan hasil kajian bahasa teks lama oleh ahli filologi. Dari hasil kerja para filolog inilah para ahli linguistik menggali dan menganalisis seluk beluk bahasa-bahasa tulis yang pada umumnya telah berbeda dengan bahasa sehari-hari. Hasil kajian linguis ini kelak akan dimanfaatkan oleh filolog. Dengan demikian terdapat hubungan timbal balik antara filologi dan linguistik.
b.      Filologi Sebagai Ilmu Bantu Ilmu Sastra
Karena banyak jumlah teks sastra dan kecenderungan dalam menanganinya, maka dalam perjalanannya filologi pernah dipandang sebagai ilmu sastra. Sekarang ini semakin pesatnya ilmu sastra , filologi dipandang sebagai cabang ilmu sastra. Bantuan filologi pada ilmu sastra terutama berupa penyediaan suntingan naskah lama dan hasil pembahasan teks yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan penyusunan sejarah sastra maupun teori sastra.
Ilmu sastra akan betul-betul bersifat umum hanya apabila data untuk penyusunan teri-teorinya didasarkan juga pada sastra lama, bukan hanya pada sastra baru. Konvensi sastra baru belum tentu sama dengan konvensi sastra lama. Dengan demikian, hasil-hasil kajian terhadap teks-teks sastra lama akan sangat berguna untuk penyusunan teori-teori ilmu sastra yang betul bersifat umum.

c.       Filologi sebagai ilmu bantu sejarah kebudayaan
Selain mengumpulkan naskah lama, memelihara, dan menyuntingnya, filologi banyak mengungkapka khasanah warisan nenek moyang. Misalnya kepercayaan, adat istiadat, kesenian, dan lain sebagainya. Melalui pembacaan naskah lama dapat diketahui penyebutan atau pemberitahuan adanya unsurr-unsur budaya yang sekarang telah punah.
Hal-hal yang telah disebutkan di atas merupakan bahan yang sangat berguna untuk penyusunan sejarah kebudayaan. Itulah manfaat filologi bagi sejarah kebudayaan.

d.      Filologi sebagai ilmu bantu ilmu sejarah
Naskah-naskah nusantara yang dipandang berisi teks sejarah berjumlah banyak. Misalnya kitan Negarakertagama,  Babad Tanah Jawi, Sejarah Melayu, Hikayat Raja Banjar, dan lain sebagainnya. Suntingan naskah-naskah seperti ini, terutama yang melalui kajian filologis, dapat dimanfaatka sebagai sumber sejarah setelah diuji berdasarkan sumber-sumber lain (sumber asing dan prasasti). Biasanya bagian yang bersifat historis hanya bagian-bagian yang melukiskan peristiwa-peristiwa yang sezaman dengan penulisnya. Itupun banyak yang diperluas, yaitu apabila peristiwa dapat dipandang dapat mengurangi nama baik raja yang sedang berkuasa. Meskipun demikian, teks-teks itu sangat bermanfaat untuk melengkapi informasi sejarah yang terdapat di dalam sumber-sumber lain, misalnya batu nisan, prasasti, dan candi.
Ilmu sejrah dapat memanfaatkan suntingan jenis teks lain, bukan jenis sastra sejarah, khususnya teks-teks lama yang dapat memberikan informasi lukisan kehidupan masyarakat yang jarang ditemukan di sumber-sumber sejarah di luar sastra.

e.       Filologi sebagai ilmu bantu ilmu adat
Manfaat filologi bagi ilmu hokum adat yaitu dalam hal penyediaan teks. Banyak naskah nusantara yang merekam adat istiadat. Ada juga khasnah sastra nusantara berisi tentang hukum. Dalam kehidupan masyarakat melayu sering disebut sebagai undang-undang, sedangkan di jawa disebun angger-angger. Undang-undang yang dimaksud berbeda dengan arti sekarang. Undang-undang pada masyarakat melayu sebenarnya merupakan adat yang terbentuk dalam masyarakat selama peredaran masa, bukan peraturan yang seluruhnya dibuat oleh raja sebagai penguasa. Penulisannya baru dilakukan kemudian dirasakan betapa perlunya kepastian peraturan hukum oleh raja. Atau setelah ada pengaruh dunia barat. Contoh undang-undang dalam sastra melayu yaitu Undang-Undang Negeri Malaka, Undang-Undang Minang Kabau. Dalam sastra jawa yaitu Raja Niti, Panitia Raja, Kapa-Kapa, an lain sebagainya. Tersedinya teks-teks semacam itu sangat berguna bagi ilmu adat.

f.       Filologi sebagai ilmu bantu sejarah perkembangan agama
      Banyak neskah-naskah lama yang yang mengandung unsur keagamaan yang mewarnai khasanah naskah yang aada di nusantara ini. Seperti dalam naskah kuna jawa yang dipengaruhi oleh unsur-unsur agama Hindu dan Budha. Sedangkan naskah-naskah melayu, banyak diwarnai oleh agama Islam. Pengarus sastra Islam dalam sastra jawa baru pada umumnya melalui sastra Melayu.
      Suntingan naskah terutama naskah yang mengandung teks keagamaan atau sastra kitab dan hasil pembahasan kandungannya akan menjadi bahan penulisan perkembangan agama yang sangat berguna. Dari teks-teks semacam itu akan diperoleh gambaran yang berupa perwujudan penghayatan agama, percampuran agama Hindu, Budha, dan Islam dengan kepercayaan yang hidup di masyarakat nusantara. Permasalahan aliran-aliran agama yang masuk ke nusantara. Gambaran tersebut merupakan permasalahan yang ditangani oleh ilmu sejarah perkembangan agama. Dengan demikian, penanganan naskah sastra kitab secara filologi akan sangat bermanaat bagi ilmu sejarah perkembangan agama.

g.      Filologi sebagai ilmu bantu ilmu filsafat
Filsafat didefinisikan dengan berbagai pengertian, namun inti sarinya adalah cara berfikir menurut logikadengan bebas, sedalam-dalamnya hingga sampai ke dasar persoalan. Dilihat dari bidang onjek pemikirannya, filsafat dapat dibagi menjadi beberapa cabang.
Renungan terhadap filsafat pernah terjadi di masa lampau antara lain dapat digali melalui warisan budaya lama yang berwujud naskah atau teks sastra. Kehidupan masyarakat tradisional nusantara Nampak didominasi oleh nilai-nilai seni dan agama. Bahkan pandangan hidup Melayu-Indonesia adalah berdasarkan seni. Kedatangan Hindu tidak dapat mengubah hal ini. Pemikiran rasional yang disebut filsafat baru muncul setelah memperoleh pengaruh Islam. Mengingat tentang hal-hal ini, maka renungan filsafat yang dapat digali dari naskah atau teks sastra lama nusantara terutama adalah renungan filsafat yang erat kaitannya dengan seni dan agama yaitu estetika, etika, dan metafisika.
Subagio Sastrowardoyo (1983) telah mencoba mengangkat pemikiran filsafat dalam sastra hikayat sebagai berikut. Teks-teks sastra hikayat banyak mengandung nasihat dan perintah yang menandakan bahwa sastra merupakan penjaga keselamatan moralitas yang dijunjung oleh masyarakat pada umumnya. Moralitas yang demikian bersumber pada keyakinan yang brsifat filsafat atau pemikiran keagamaan. Lukisan tokoh-tokoh dalam hikayat yang pada umumnya berupa tokoh baik dan tokoh jahat mencerminkan filsafat yang berdasarkan pandangan hidup sederhana, yakni bahwa dalam hidup ini pada intinya berupa berupa pperangan antara yang baik dan yang buruk, yang menurut moralitas umum berakhir dengan kemenangan di pihak yang baik. Dalam sastra tradisional moralitas umum ini berlaku secara mutlak meskipun terkadang ada pengecualian.
Ilmu tasawuf dipandang sebagai ilmu filsafat Islam sejati. Naskah-naskah yang mengandung filsafat dalam sastra nusantara jumlahnya cukup banyak, terutama dalam sastra Melayu dan sastra Jawa. Penggalian filsafat dari teks-teks sastra nusantara sepertinya secara mendalam belum banyak dilakukan, meskipun jumlah suntingan naskah- naskah sudah cukup banyak tersedia. Dengan demikian, sumbangan filologi kepada filsafat terutama berupa suntingan naskah disertai transliterasi dan terjemahan ke dalam bahasa nasional, yang selanjutnya dapat dimanfaatkan oleh para ahli filsafat.

















Daftar Pustaka
Hermankhan. 2009. Ilmu Bantu Filologi. http://angkringanesimbok.blogspot.com/2007/11/seputar-istilah-filologi.html. Diakses pada 10 Oktober 2011 pukul 07.30 WIB. (Online ).
Thohir, Mudjahirin. 2005. Filologi dan Kebudayaan. http://staff.undip.ac.id/sastra/mudjahirin/2009/04/26/filologi-dan-kebudayaan-2/. Diakses pada 10 Oktober 2011 pukul 07.35 WIB. (Online).
Pengantar Teori Filologi. (Anonim)